Kapan Mau Pulang?
“Nok*, kamu mau pulang kapan?”
Sepi. Begitu kata Mamak (panggilan
ibu saya) ketika saya menelpon beliau pagi itu. Dan rasa sepi itu selalu
berujung dengan pertanyaan “kapan mau pulang”.
Ah Mak,
andai aku disini sudah bisa minimal ngontrak rumah, rasanya pengen aku ajak
Mamak serta Abah tinggal bersama di kota perantauan ini
17 tahun tinggal bersama di sebuah
kota kecil di Jawa Tengah, lalu setahun kemudian harus merantau demi meraih
masa depan. Sejak kecil saya tidak pernah terpikir untuk tinggal jauh dari
orang tua, begitu juga dengan Mamak. Saya bungsu dari 2 bersaudara. Di tahun
yang sama saat saya harus merantau ke Bogor untuk menimba ilmu, kakak saya juga
harus meninggalkan rumah karena mengabdi pada sang suami dan menetap di
Salatiga.
“Kamu pikirin mateng-mateng mau diambil atau nggak kesempatan ini. Pikirin masa depan, pengen jadi apa kamu ke depannya. Yang mau masuk ke kampus itu pasti banyak, dan kamu lolos. Jauh dari Mamak nggak apa-apa asal kamu bisa kuliah, karena Mamak sama Abah nggak bisa warisin harta buat kamu. Cuma ini yang Mamak sama Abah bisa kasih, biar kamu bisa sukses.”
Sebuah nasihat dari Mamak saat saya
bimbang untuk mengambil kesempatan tersebut.
2 comments: